Upacara Tabot merupakan upacara
tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan untuk mengenang kisah kepahlawan
Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW, yang wafat dalam
peperangan di padang Karbala, Irak. Tradisi Tabot dibawa oleh para pekerja
Islam Syi‘ah dari Madras dan Bengali, India bagian selatan, yang dibawa oleh
tentara Inggris untuk membangun Benteng Marlborough (1713—1719). Mereka
kemudian menikah dengan penduduk setempat dan meneruskan tradisi ini hingga ke
anak-cucunya.
Upacara
yang pada awalnya digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya
cucu Nabi Muhammad SAW ini, sejak penduduk asli Bengkulu (orang Sipai) lepas
dari pengaruh Syi‘ah berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi
wasiat leluhur mereka. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk
partisipasi orang-orang Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu.
Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata Kota Bengkulu, dan kini lebih
dikenal sebagai Festival Tabot. Upacara Tabot memiliki
sembilan tahapan, yang semuanya dilaksanakan dari tanggal 1—10 Muharam.
Pertama, adalah Mengambik Tanah (mengambil tanah). Tanah yang diambil pada
tahapan ini haruslah berasal dari tempat keramat yang mengandung unsur-unsur
magis, seperti di Keramat Tapak Padri yang terletak di dekat Benteng
Marlborough dan Keramat Anggut, yang berada di pemakaman umum Pasar Tebek.
Mengambik Tanah akan dilakukan pada 1 Muharam, pukul 22.00 WIB. Tanah ini
nantinya akan dibungkus dengan kain kafan putih dan dibentuk seperti boneka manusia.
Tahapan
kedua adalah Duduk Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah benda yang terbuat
dari kuningan, perak, atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia,
lengkap dengan jari-jarinya. Penja yang dianggap sebagai benda keramat yang
mengandung unsur magis, harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Duduk
Penja dilaksanakan pada tanggal 5 Muharam pukul 16.00 WIB
Tahap
ketiga adalah Meradai (mengumpulkan dana) yang dilakukan oleh Jola (orang yang
bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari
anak-anak berusia 10—12 tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam,
antara pukul 07.00—17.00 WIB.
Tahap
keempat adalah Manjara (6—7 Muharam), merupakan acara berkunjung atau mendatangi
kelompok lain untuk beruji atau bertanding dal (alat musik sejenis beduk, yang
terbuat dari kayu dengan lubang di tengahnya, serta ditutupi kulit lembu).
Salah satu keistimewaan dari tahap Menjara ini adalah perang yang dilakukan
oleh dua kelompok, yakni Tabot Bangsal dan Tabot Barkas. Namun, perang yang
dilakukan dalam festival ini, bukanlah perang yang berbahaya. Karena pada acara
ini, perang antara dua kelompok tersebut disimbolkan dengan pertandingan dal.
Pada malam pertama Menjara, salah satu kelompok Tabot akan menghampiri kelompok
lainnya. Dalam perjalanan, kelompok ini akan memukulkan dal untuk menarik massa
dari setiap kampung yang dilewati, sehingga jumlahnya terus bertambah. Ketika
kedua kelompok bertemu, maka dimulailah adu dal. Kedua kelompok langsung beradu
menabuh dal sekuat-kuatnya. Konon, dulunya adu dal ini dilakukan hingga ada yang pecah.
Usai
mengadu dal, kelompok yang datang, mengunjungi gerga tua (bangunan yang menjadi
simbol benteng pertahanan Hussein saat berperang). Di sini, jari-jari Tabot
yang dibawa pada saat menggalang massa akan melakukan soja, atau bersambut
dengan jari-jari kelompok Tabot lainnya. Hal ini menandakan ritual menjara hari pertama berakhir.
Keesokannya
ritual Menjara kembali dilakukan. Kali ini, kelompok yang sebelumnya
dikunjungi, balas mengunjungi kelompok lainnya. Rombongan berjalan kaki ke
gerga tua untuk mengambil jari-jari dan menjemput massa dari kampung-kampung
yang dilewati. Sampai di tempat tujuan, perang kembali
dimulai. Kedua kelompok berperang, beradu menabuh dal.
Tahap ketujuh adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun. Gam berasal dari kata ‘ghum‘ yang berarti tertutup atau terhalang, diadakan setiap tanggal 9 Muharam dari pukul 07.00—16.00 WIB. Pada waktu tersebut, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak boleh dilakukan.
Tahap kedelapan dilakukan pada tanggal 9 Muharam juga, sekitar pukul 19.00 WIB, yang disebut dengan Arak Gendang. Tahap ini dimulai dengan pelepasan Tabot Besanding di gerga masing-masing. Usai pelepasan, tiap-tiap Tabot berarak dari gerganya masing-masing, menempuh rute yang telah ditentukan sebelumnya. Seluruh grup ini akan bertemu dan membentuk arak-arakan besar (pawai akbar). Acara ini turut diramaikan dengan kehadiran grup-grup penghibur dan masyarakat pendukung grup Tabot.
Tahap terakhir dari keseluruhan rangkaian upacara Tabot disebut dengan Tabot Tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharam. Seluruh Tabot berkumpul dan dibariskan di Tapak Paderi pada pukul 09.00 WIB. Tak ketinggalan grup hiburan juga telah berkumpul untuk menghibur peserta upacara Tabot dan para pengunjung. Sekitar pukul 11.00 WIB, semua grup Tabot berarak menuju Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini dijadikan lokasi Tabot Tebuang, karena di sinilah tempat dimakamkannya Syekh Burhanuddin.
Pada pukul 12.30 WIB ritual Tabot Tebuang dimulai. Untuk perayaan Tabot, acara terakhir ini dianggap memiliki nilai magis, sehingga harus dipimpin oleh Dukun Tabot tertua. Di akhir acara, bangunan tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan kompleks makam tersebut. Dibuangnya Tabot ini, menandakan selesainya seluruh rangkaian upacara tersebut.
Rangkaian Festival Tabot dilakukan di Tapak Paderi, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Indonesia. Oleh karena Festival Tabot merupakan pesta rakyat, maka pengunjung yang datang tidak dikenai biaya apapun untuk menontonnya.
Tapak Paderi, yang digunakan sebagai pusat upacara Tabot, terletak sekitar 15 km dari Bandara Fatmawati. Dari sini, pengunjung dapat menyewa mobil yang banyak ditawarkan di sekitar bandara (penduduk setempat menyebutnya sebagai taksi) dan membayar sekitar Rp 75.000,00 sampai ke Tapak Paderi. Perjalanan dengan menggunakan mobil ini, akan memakan waktu sekitar 40 menit.
Lokasi Tapak Paderi yang berada di Kota Bengkulu, memudahkan pengunjung untuk mendapatkan penginapan, rumah makan dan restoran, toko suvenir, serta tempat ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar