Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang mendiami ujung
paling utara pulau sumatera yang terletak di antara samudera hindia dan selat
malaka.
Aceh merupakan sebuah nama dengan berbagai legenda dan
mitos , sebuah bangsa yang sudah dikenal dunia internasional sejak berdirinya
kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai puncak kejayaan dan masa keemasan pada
zaman Kerajaan Aceh Darussalam di masa pemerintahan Sulthan Iskandar Muda
hingga berakhirnya kesulthanan Aceh pada tahun 1903 di masa Sulthan Muhammad
Daud Syah.
Dan walau dalam masa 42 tahun sejak 1903 s/d 1945 Aceh
tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri dan terus berjuang mempertahankan
kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang dipimpin oleh para
bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti Tgk Umar, Cut Nyak Dhien
dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil yang sangat besar dalam
mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan rakyat dan harta benda yang
sudah tak terhitung nilainya hingga Aceh bergabung dengan Indonesia karena kedunguan
dan kegoblokan Daud Beureueh yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya
Soekarno.
Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut
beberapa mitos tentang nama Aceh :
1. Menurut H. Muhammad Said (1972), sejak abad pertama
Masehi, Aceh sudah menjadi jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Aceh
menjadi salah satu tempat singgah para pelintas. Malah ada di antara mereka
yang kemudian menetap. Interaksi berbagai suku bangsa kemudian membuat wajah
Aceh semakin majemuk. Sepeti dikutip oleh H.M. Said (Pengarang Buku Aceh
Sepanjang Abad) catatan Thomas Braddel yang menyebutkan, di zaman Yunani,
orang-orang Eropa mendapat rempah-rempah Timur dari saudagar Iskandariah,
Bandar Mesir terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut
bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab
Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari Barygaza atau
dari pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum
diangkut ke negeri mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di Pelabuhan
Aceh.
2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya
Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan bahwa
berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai asal-usul
pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.
3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya Tarich Aceh dan
Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh termasuk dalam rumpun bangsa Melayu,
yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun, Semang (orang laut), Senui dan lain
sebagainya, yang berasal dari negeri Perak dan Pahang di tanah Semenanjung
Melayu.Semua bangsa tersebut erat hubungannya dengan bangsa Phonesia dari
Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, India. Bangsa
Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang
juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah. Letak kampung tersebut di atas Seulimum,
antara Jantho danTangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante
inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh Besar)
yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya. Sesudah tahun 400
Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau Ramni. Orang-orang
dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu li, dan nan poli yang nama
sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam Muri. Sementara orang Melayu
menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama Lambri adalah
pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India
Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama
Bari.
4. Rouffaer, salah seorang penulis sejarah, menyatakan
kata al Ramni atau al Rami diduga merupakan lafal yang salah dari kata-kata
Ramana. Setelah kedatangan orang portugis mereka lebih suka menyebut orang Aceh
dengan Acehm.
5. Sementara orang Arab menyebutnya Asji.
Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin, Acheh ;
orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin. Orang-orang Belanda
menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh, dan Atjeh.
Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.
6. Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang
banyak ragamnya. Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih banyak diceritakan
dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di antaranya, dikisahkan zaman
dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai
Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para
anak buah kapal (ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande.
Namun, dalam perjalanan tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah
pohon. Mereka memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang
artinya indah, indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu bernama bak
si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu),Meunasah Kandang. Dari kata Aca itulah
lahir nama Aceh.
7. Dalam versi lain diceritakan tentang perjalanan
Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu. Ketika sang budiman itu sampai di
perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di atas sebuah gunung. Ia pun
berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram Bata Bho, alangkah indahnya). Dari
kata itulah lahir nama Aceh. Yang dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah
ujung batu putih dekat Pasai.
8. Dalam cerita lain disebutkan, ada dua orang kakak
beradik sedang mandi di sungai. Sang adik sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah
rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua
putri itu lalu berenang dan mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu adalah
seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya “Berikan ia padaku karena kamu
sudah mengandung dan aku belum. ”Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik.
Sang kakak lalu membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri
di atas balai-balai yang di bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44
hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan dari
rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume, a nyang ceh
(Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).
9. Mitos lainnya menceritakan bahwa pada zaman dahulu
ada seorang anak raja yang sedang berlayar, dengan suatu sebab kapalnya karam.
Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah sebatang pohon yang oleh penduduk
setempat dinamaipohon aceh. Nama pohon itulah yang kemudian ditabalkan menjadi
nama Aceh.
10. Talson menceritakan, pada suatu masa seorang
puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi abangnya kemudian menemukannya
kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di sana bahwa puteri itu aji,
yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin mereka,
dan nama aji dijadikan sebagai nama daerah, yang kemudian secara
berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.
11. Mitos lainnya yang hidup di kalangan rakyat Aceh,
menyebutkan istilah Aceh berasal dari sebuah kejadian, yaitu istri raja yang
sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh penduduk saat itu disebut ka ceh yang
artinya telah lahir. Dan, dari sinilah asal kata Aceh.
12. Kisah lainnya menceritakan tentang karakter bangsa
Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini diterjemahkan dari rangkaian kata a yang
artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi, kata aceh bermakna tidak
pecah.
13. Di kalangan peneliti sejarah dan antropologi,
asal-usul bangsa Acehadalah dari suku Mantir (Mantee, bahasa Aceh) yang hidup
di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan postur tubuh yang agak
kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga suku Manteu ini mempunyai
kaitan dengan suku bangsa Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari
Hindia Belakang.
Emperor Casino - Shooting Casinos
BalasHapusEmperor 바카라 사이트 Casino is the best place to play deccasino the best casino slots from the best providers in the world. We are the best online casino to play with real money. 제왕 카지노