Laman

well come My Blog

selamat datang

Selamat Berkunjung di Blog ini Di dedikasikan Untuk yang Mencintai Kebudayaan

Senin, 26 November 2012

Tradisi Merantau


Merantau sesungguhnya tak bisa dipisahkan dari Minangkabau. Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna : wilayah wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat awal mula peradaban Minangkabau). Peradaban Minangkabau mengalami beberapa periode atau pasang surut. Wilayah inti itu disebut "darek" (darat) atau Luhak nan Tigo. Aktifitas orang orang dari wilayah inti ke wilayah luar disebut "marantau" atau pergi ke wilayah rantau. Lama kelamaan wilayah rantau pun jadi wilayah Minangkabau. Akhirnya wilayah rantau menjadi semakin jauh dan luas, bahkan di zaman modern sekarang ini wilayah rantau orang Minangkabau bisa disebut di seluruh dunia, walaupun wilayah tersebut tak akan mungkin masuk kategori wilayah Minangkabau namun tetap disebut "rantau". Filosofi dan tujuan "merantau" orang Minang berbeda dengan imigrasiurbanisasi, atau transmigrasi yang dilakukan kelompok lain.


Banyak orang dari berbagai suku atau etnis yang merantau, di antaranya yang fenomenal adalah kaum Minangkabau. Seorang laki laki Minangkabau saat menginjak usia dewasa muda (20-30 tahun) sudah didorong pergi merantau oleh kultur / budaya adat Minangkabau yang dianut suku tersebut sejak dulu kala, entah kapan bermulanya tak bisa diketahui secara pasti. Tapi setidaknya berdasarkan sejarah yang masih bisa ditelusuri sekitar abad ke 7 orang orang atau pedagang Minangkabau berperan besar dalam pendirian kerajaan Melayu di wilayah Jambi sekarang yang pada zamannya berada pada posisi yang strategis dalam perdagangan diSelat Malaka atau Asia Tenggara umumnya.

Merantau berarti migrasi, tetapi merantau adalah tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau bahasa barat manapun. Merantau merupakan istilah Melayu, Indonesia, dan Minangkabau yang sama arti dan pemakaiannya dengan akar kata rantau.


Suatu ciri atau yang dengan mudah ditandai dan dilihat yang merupakan ciri dari etnis Minang adalah bahwa etnis ini dikaruniai bakat perantau yang ulung. Mereka terkenal dengan daya membaurnya yang tinggi, mampu beradaptasi dengan cepat dengan lingkungannya. Di seantero negeri ini, kita tidak pernah mendengar adanya Kampung Padang atau Kampung Minang. Hal ini dikarenakan mereka bukanlah etnis yang mengeklusifkan diri, tetapi tetap ekslusif unik. Kegiatan yang mereka pilih umumnya adalah di bidang jasa yang dibutuhkan orang banyak. Kalau membuka usaha, adalah usaha yang memang dibutuhkan orang banyak seperti rumah makan, tukang jahit, fotokopi, kelontong, toko buku atau dakwah. Daerah Minangkabau sebagai daerah teritorial kultur Minangkabau meliputi hampir tiga propinsi yaitu Propinsi Sumatera Barat, sebagian dari Propinsi Jambi, dan Propinsi Riau bagian daratan.
Semangat kerukunan yang bermuara dari bakat daya baur antar etnis ini yang diajarkan oleh adat dan budayanya “di mano bumi dipijak di sinan langit dijunjuang” ( dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung) dikaitkan dengan “kalau buyuang pai marantau induak cari dunsasanak cari, induak samang cari dahulu” (kalau buyung pergi merantau cari orang tua (dituakan), cari saudara, terlebih dahulu mencari induk semang) artinya adalah “sandaran” atau landasan berpijak di daerah baru yang perlu dicari dan dikokohkan lebih dahulu. Ini adalah ajaran turun-temurun yang mendarah daging, terbukti, dan teruji mempunyai nilai yang sangat tinggi yang makin dirasakan saat ini.


Suatu efek merantau bagi etnis Minang, semula menurut Mochtar Naim merupakan “klep” yang mengatur tata keseimbangan (teori ekuilibrium) penduduk. Orang-orang tergerak untuk merantau bila keseimbangan antara faktor-faktor demografi dan ekonomi terganggu. Dengan demikian merantau menumbuhkan efek penawar dengan memberikan jalan kepada penduduk “redual” untuk mencari hidup di tempat lain.


Bagi laki-laki Minang merantau erat kaitannya dengan pesan nenek moyang“karatau madang di hulu babuah babungo balun” (anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Dalam kaitan ini harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan dimaksud “satinggi-tinggi tabangnyo bangau kembalinya ke kubangan juo”. Ungkapan ini ditujukan agar urang Minang agar akan selalu ingat pada ranah asalnya.
Ciri dari etnis Minang lainnya yang menonjol adalah budaya Menggaleh, budaya berdagang. Walaupun tidak sedikit urang Minang yang bekerja di pemerintahan, mempunyai profesi lainnya yang cukup banyak jumlahnya dan berhasil, tetap saja yang menonjol atau dikenal umum itu adalah profesi dagangnya. Bahkan karena keuletannya sampai diberi julukan “yang mampu menyaingi orang Cina” dan bahkan diberi gelar sebagai “Minankiaw”. Menurut kebanyakan orang Minang faktor ekonomilah yang mempengaruhi mereka untuk merantau
 

2 komentar: